Namakkāra

Langkah praktik sujud lima titik (kaki, lutut, siku, kedua telapak tangan, dan kening/dahi) menyentuh permukaan, sesuai Tipiṭaka menurut aliran Buddhisme Theravāda.[1]
Bagian dari seri tentang
Buddhisme
  • Sejarah
  • Penyebaran
Buddhisme awal
Benua
Populasi signifikan
Aliran arus utama
Sinkretisme dan gerakan baru

(Mungkin tak dianggap aliran)

Theravāda
Mahāyāna-Vajrayāna
Kitab daring
  • SuttaCentral
  • Chaṭṭha Saṅgāyana Tipiṭaka
  • dhammatalks.org
  • 84000
  • NTI Reader - Taishō
  • Buddha penting sebelumnya:
  • Dīpaṅkara
  • Vipassī
  • Sikhī
  • Vessabhū
  • Kakusandha
  • Koṇāgamana
  • Kassapa
  • Bawahan:
  • Dewa
  • Brahma
Mahāyāna-Vajrayāna
  • Budaya
  • Masyarakat
  •  Portal Buddhisme
  • l
  • b
  • s

Namakkāra (Pali; Sanskerta: namaskāra atau namaḥkāra; Tionghoa: 禮拜 li-pai; Romaji: raihai), paṇipāta, atau sujud (Indonesia) merupakan gerakan yang dipraktikan dalam Buddhisme untuk menghormati Tiga Permata, yakni Buddha, Dhamma, dan Saṅgha; atau suatu objek penghormatan lainnya.

Dalam Buddhisme Theravāda, sujud dipraktikkan dengan lima titik (pañca-patiṭṭhita), yaitu kaki, lutut, siku, kedua telapak tangan, dan kening/dahi menyentuh permukaan. Sebelum tersentuhnya lima titik tersebut, dilakukan pembacaan syair-syair persujudan yang dilanjut dengan diangkatnya tangan ke depan kepala (paggahetvā).

Di kalangan umat Buddha, sujud diyakini bermanfaat bagi praktisi karena beberapa alasan, termasuk:

  • pengalaman memberi atau penghormatan
  • suatu tindakan untuk memurnikan kekotoran batin, terutama kesombongan
  • praktik persiapan untuk meditasi
  • suatu tindakan yang mengumpulkan kebajikan

Dalam Buddhisme Barat kontemporer, beberapa guru menggunakan sujud sebagai praktik tersendiri,[2] sementara guru-guru lain menganggap sujud sebagai ritual liturgi adat, sebagai pelengkap meditasi.[3]

Aliran Theravāda

Dalam aliran Theravāda, sesuai dengan kitab komentar untuk Dīgha Nikāya bagian Sīlakkhandhavagga, sujud diawali dengan postur tangan yang dikatupkan (añjali) dan diangkat ke depan kepala (paggahetvā). Pada saat bersujud, lima bagian tubuh perlu menyentuh permukaan lantai. Praktik ini disebut sebagai "sujud lima titik yang harus dikukuhkan" (pañca-patiṭṭhita) atau "penghormatan lima faktor" (pañcaṅga-vandana). Lima titik tersebut adalah:[4][1]

  • kaki (pāda),
  • lutut (jāṇu),
  • siku (kappara),
  • kedua telapak tangan (hattha), dan
  • kening atau dahi (sīsa).

Beberapa bacaan juga dilantunkan sebelum bersujud. Dalam tradisi Myanmar, pembacaan teks okāsa dilakukan sebelum praktik sujud. Selain itu, syair "Ratanattayapaṇāma" atau "Paṭipattiyā Ratanattayapaṇāma" juga biasa dilantunkan sebelum masing-masing dari tiga sujud:[5]

Sujud Pertama [Imāya dhammānudhamma-paṭipattiyā]

Buddhaṁ pūjemi.

[Dengan praktik Dhamma yang sesuai dengan Dhamma]

Aku bersujud kepada Buddha.

Sujud Kedua [Imāya dhammānudhamma-paṭipattiyā]

Dhammaṁ pūjemi.

[Dengan praktik Dhamma yang sesuai dengan Dhamma]

Aku bersujud kepada Dhamma.

Sujud Ketiga [Imāya dhammānudhamma-paṭipattiyā]

Saṅghaṁ pūjemi.

[Dengan praktik Dhamma yang sesuai dengan Dhamma]

Aku bersujud kepada Saṅgha.

Dalam tradisi Sri Lanka, ketika seseorang menghadap gurunya, untuk "membuka pikirannya untuk menerima instruksi", seseorang perlu membungkuk dan melafalkan kalimat, "Okāsa ahaṃ bhante vandāmi" ("Saya memberi penghormatan kepada Anda, Bhante").[6] Dalam tradisi Thailand dan Saṅgha Theravāda Indonesia, secara tradisional, masing-masing dari tiga sujud tersebut disertai dengan syair Pali berikut ini:[4]

Sujud Pertama Arahaṁ sammā-sambuddho bhagavā;

Buddhaṁ bhagavantaṁ abhivādemi.

Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna;

Aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Sang Bhagavā.

Sujud Kedua Svākkhāto bhagavatā dhammo;

Dhammaṁ namassāmi.

Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā;

Aku bersujud di hadapan Dhamma.

Sujud Ketiga Supaṭipanno bhagavato sāvakasaṅgho,

Saṅghaṁ namāmi.

Saṅgha, siswa Sang Bhagavā, telah bertindak sempurna;

Aku bersujud di hadapan Saṅgha.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b Pusdiklat Dhammarakkhita (2024-06-05), Cara melakukan Añjali dan Namakkāra sesuai Tipiṭaka, diakses tanggal 2024-06-07 
  2. ^ See, for instance, Tromge (1995), pp. 87-96.
  3. ^ See, for example, Aitken (1982), pp. 29-31, where he discusses such rituals as having a twofold purpose: "First, ritual helps to deepen our religious spirit and to extend its vigor to our lives. Second, ritual is an opening for the experience of forgetting the self as the words or the actions become one with you, and there is nothing else." (p. 29).
  4. ^ a b "Lay Buddhist Practice: The Shrine Room, Uposatha Day, Rains Residence". www.accesstoinsight.org. Diakses tanggal 2024-05-19. 
  5. ^ Kusaladhamma, Ashin (2015). Pūjā for Buddhist Culture Kids (PDF). Jakarta: Yayasan Satipatthana Indonesia. hlm. 13.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  6. ^ Bhikkhu Bodhi (2006), Sn 2.9 Kiṃsīla Sutta — Right Conduct (lecture) pada 25:20, tersedia sebagai "Sn032" (mp3) dari "Bodhi Monastery" di http://www.bodhimonastery.net/bm/about-buddhism/audio/903-audio/84-sutta-nipata.html Diarsipkan 2011-09-30 di Wayback Machine. Untuk rahib perempuan (bukan rahib laki-laki), digunakan ayye alih-alih bhante.

Daftar pustaka

  • Aitken, Robert (1982). Taking the Path of Zen. NY:North Point Press. ISBN 0-86547-080-4.
  • Aitken, Robert (2002). "Formal Practice: Buddhist or Christian" in Buddhist-Christian Studies (2002), Vol. 22, pp. 63–76. Available on-line at: http://www.thezensite.com/ZenEssays/Miscellaneous/FormalPractice.htm
  • Indaratana Maha Thera, Elgiriye (2002). Vandana: The Album of Pali Devotional Chanting and Hymns. Penang, Malaysia:Mahindarama Dhamma Publication. Available on-line at: http://www.buddhanet.net/pdf_file/vandana02.pdf.
  • Kapleau, Phillip (1989a). The Three Pillars of Zen: Teaching, Practice and Enlightenment. NY: Anchor Books. ISBN 0-385-26093-8.
  • Kapleau, Philip (1989b). Zen: Merging of East and West. NY:Anchor Book. ISBN 0-385-26104-7.
  • Khantipalo, Bhikkhu (1982). Lay Buddhist Practice: The Shrine Room, Uposatha Day, Rains Residence (The Wheel No. 206/207). Kandy, Sri Lanka:Buddhist Publication Society. Also transcribed (1995) and available on-line at: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/khantipalo/wheel206.html.
  • Tromge, Jane (1995). Ngondro Commentary: Instructions for the Concise Preliminary Practices of the New Treasure of Dudjom / compiled from the teachings of His Eminence Chagdud Tulku. Junction City, CA:Padma Publishing. ISBN 1-881847-06-3.

Pranala luar

  • A Holy Quest in Tibet: Prostrate, and Miles to Go Diarsipkan 2011-06-08 di Wayback Machine.
  • Buddhist Bowing as Comtemplation
  • Buddhism: Prostrations (video) Buddhism: Prostrations Part II (video) by Ven Thubten Chodron
  • Prostrating from Tibet to India Diarsipkan 2011-06-09 di Wayback Machine.
  • Prostrations: A Buddhist Exercise Program Diarsipkan 2009-07-02 di Wayback Machine.
  • Tibetan Prostration (animation) Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine.